Ya, hal itu adalah digulirkannya Rencana Peraturan Menkominfo (RPM) tentang KONTEN MULTIMEDIA. Seperti apa rencana peraturan itu?
Rencana peraturan tersebut antara lain berisi berbagai hal. Antara lain mengenai bagaimana seharusnya pertanggungjawaban isi konten di sebuah web, misalnya jika berisi sebuah artikel atau berita yang mengandung unsur porno dan sara, dan seterusnya. Yang jelas, RPM tersebut juga telah mendapat banyak tanggapan. Salah satunya dari salah satu penggagas Internet Sehat, yakni seorang pakar IT pak Onno W. Purbo. Tanggapan lengkap dapat dilihat di sini. Tanggapan yang lebih banyak mengkritisi rencana peraturan itu.
Selain itu ketua Mahmakah Konstitusi (MK), Mahfud MD juga agak sedikit mengkritisi hal itu. Mungkin pendapat pak Mahfud juga bisa dikatakan selaras dengan pendapat masyarakat awam, dari segi hukum. Karena bisa jadi lebih banyak anggapan atau kesan bahwa aturan tersebut justru menjadi representasi dari kemandegan aturan-aturan hukum yang telah ada, aturan mengenai hal yang sama. Seperti UU ITE atau undang-undang lainnya. Dan masyarakat mungkin kian bosan ”dicekoi” dengan aturan hukum bla bla bla bla, sedangkan kini lebih banyak kasus hukum dipertanyakan keadilannya bagi masyarakat.
Dan tak butuh banyak waktu berhari-hari atau berminggu-minggu semenjak tersiar rencana peraturan tersebut diberitakan. Para pengguna dunia maya yang merasa kurang setuju dengan hal itu langsung membuat grup di facebook. Bernama SOS Internet Indonesia, tolak RPM konten. Yang membernya sudah 4 ribu lebih saat ini.
Di acara bincang-bincang elifestyle Metro TV pada hari minggu 14 februari 2010 antara pihak kominfo dan praktisi IT (om Nukman), dapat terlihat kesan kurang adanya kesepahaman antara kedua belah pihak.
Termasuk ketidaksepahaman atau penolakan dari bapak Blogger Indonesia, Enda Nasution. Dan mungkin akan masih banyak lagi yang berkomentar “menolak”. Lalu pertanyaan selanjutnya adalah mengapa seolah pemerintah (dalam hal ini yang mengurusi hal-hal tentang dunia maya atau internet) tidak bersinergi terlebih dahulu dengan pihak-pihak atau komunitas pengguna IT (information technology) untuk membuat rencana peraturan semacam itu. Padahal sekarang sudah banyak sekali komunitas seperti itu. Bahkan menjamur. Mulai dari komunitas blogger, programmer, kaskus dan masih banyak lagi. Mengapa terkesan ”membuat peraturan sendiri” tanpa berdialog, berdiskusi dan berkomunikasi dengan pihak-pihak lain yang pantas dimintai pendapat (bisa dari penggiat komunitas blogger, praktisi IT, pengusaha provider dan bahkan mungkin para hacker).
Atau memang sebetulnya sudah pernah berdiskusi dan berinteraksi tapi tanpa dipublikasikan ke media cetak dan elektronik. Dan tanpa terbentuk sinergi kersajama bersama apapun?
Padahal rakyat sebenarnya pasti juga akan sangat mendukung peraturan yang bertujuan untuk “menyehatkan” perilaku dunia maya Indonesia. Supaya tidak muncul kasus-kasus lagii, traffic akses konten porno berkurang, dan seterusnya.
Jikalau seandainya mau membuat, dan meramu rencana peraturan itu bersama-sama, alangkah akan lebih baik. Sehingga lebih banyak pihak akan sepaham dan mengerti serta mendukung peraturan tersebut. Karena akan banyak masukan dan saran. Dan mungkin tidak akan ada grup menolak rencana peraturan tersebut di facebook jika sinergi itu dilakukan terlebih dahulu.
Tampaknya hal-hal seperti itu (kasus hukum ibu prita, kasus facebook, twitter dan RPM) mungkin akan menjadi pembelajaran berharga. Menjadi unsur pendidikan untuk dunia maya di tanah air. Pembelajaran untuk menjadi dewasa dan lebih baik. Pembelajaran baik bagi para pembuat kebijakan agar lebih peka terhadap aspirasi, maupun bagi para pengguna dan pecinta dunia maya agar lebih sehat ber-internet.
Sumber :
http://nurrahmanarif.wordpress.com/2010/02/14/pendidikan-untuk-dunia-maya-indonesia
Rencana peraturan tersebut antara lain berisi berbagai hal. Antara lain mengenai bagaimana seharusnya pertanggungjawaban isi konten di sebuah web, misalnya jika berisi sebuah artikel atau berita yang mengandung unsur porno dan sara, dan seterusnya. Yang jelas, RPM tersebut juga telah mendapat banyak tanggapan. Salah satunya dari salah satu penggagas Internet Sehat, yakni seorang pakar IT pak Onno W. Purbo. Tanggapan lengkap dapat dilihat di sini. Tanggapan yang lebih banyak mengkritisi rencana peraturan itu.
Selain itu ketua Mahmakah Konstitusi (MK), Mahfud MD juga agak sedikit mengkritisi hal itu. Mungkin pendapat pak Mahfud juga bisa dikatakan selaras dengan pendapat masyarakat awam, dari segi hukum. Karena bisa jadi lebih banyak anggapan atau kesan bahwa aturan tersebut justru menjadi representasi dari kemandegan aturan-aturan hukum yang telah ada, aturan mengenai hal yang sama. Seperti UU ITE atau undang-undang lainnya. Dan masyarakat mungkin kian bosan ”dicekoi” dengan aturan hukum bla bla bla bla, sedangkan kini lebih banyak kasus hukum dipertanyakan keadilannya bagi masyarakat.
Dan tak butuh banyak waktu berhari-hari atau berminggu-minggu semenjak tersiar rencana peraturan tersebut diberitakan. Para pengguna dunia maya yang merasa kurang setuju dengan hal itu langsung membuat grup di facebook. Bernama SOS Internet Indonesia, tolak RPM konten. Yang membernya sudah 4 ribu lebih saat ini.
Di acara bincang-bincang elifestyle Metro TV pada hari minggu 14 februari 2010 antara pihak kominfo dan praktisi IT (om Nukman), dapat terlihat kesan kurang adanya kesepahaman antara kedua belah pihak.
Termasuk ketidaksepahaman atau penolakan dari bapak Blogger Indonesia, Enda Nasution. Dan mungkin akan masih banyak lagi yang berkomentar “menolak”. Lalu pertanyaan selanjutnya adalah mengapa seolah pemerintah (dalam hal ini yang mengurusi hal-hal tentang dunia maya atau internet) tidak bersinergi terlebih dahulu dengan pihak-pihak atau komunitas pengguna IT (information technology) untuk membuat rencana peraturan semacam itu. Padahal sekarang sudah banyak sekali komunitas seperti itu. Bahkan menjamur. Mulai dari komunitas blogger, programmer, kaskus dan masih banyak lagi. Mengapa terkesan ”membuat peraturan sendiri” tanpa berdialog, berdiskusi dan berkomunikasi dengan pihak-pihak lain yang pantas dimintai pendapat (bisa dari penggiat komunitas blogger, praktisi IT, pengusaha provider dan bahkan mungkin para hacker).
Atau memang sebetulnya sudah pernah berdiskusi dan berinteraksi tapi tanpa dipublikasikan ke media cetak dan elektronik. Dan tanpa terbentuk sinergi kersajama bersama apapun?
Padahal rakyat sebenarnya pasti juga akan sangat mendukung peraturan yang bertujuan untuk “menyehatkan” perilaku dunia maya Indonesia. Supaya tidak muncul kasus-kasus lagii, traffic akses konten porno berkurang, dan seterusnya.
Jikalau seandainya mau membuat, dan meramu rencana peraturan itu bersama-sama, alangkah akan lebih baik. Sehingga lebih banyak pihak akan sepaham dan mengerti serta mendukung peraturan tersebut. Karena akan banyak masukan dan saran. Dan mungkin tidak akan ada grup menolak rencana peraturan tersebut di facebook jika sinergi itu dilakukan terlebih dahulu.
Tampaknya hal-hal seperti itu (kasus hukum ibu prita, kasus facebook, twitter dan RPM) mungkin akan menjadi pembelajaran berharga. Menjadi unsur pendidikan untuk dunia maya di tanah air. Pembelajaran untuk menjadi dewasa dan lebih baik. Pembelajaran baik bagi para pembuat kebijakan agar lebih peka terhadap aspirasi, maupun bagi para pengguna dan pecinta dunia maya agar lebih sehat ber-internet.
Sumber :
http://nurrahmanarif.wordpress.com/2010/02/14/pendidikan-untuk-dunia-maya-indonesia
thanks sudah berbagi ilmunya, sukses selalu...
ReplyDelete